Senin, 28 September 2009

Untitled

SEJARAH UANG DI INDONESIA

 

 Mata uang Hindia Belanda dan mata uang De Javasche bank

 
            Keadaan ekonomi di Indonesia pada awal kemerdekaan ditandai dengan hiperinflasi akibat peredaran beberapa mata uang yang tidak terkendali, sementara Pemerintah RI belum memiliki mata uang. Ada tiga mata uang yang dinyatakan berlaku oleh pemerintah RI pada tanggal 1 Oktober 1945, yaitu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda, dan mata uang De Javasche Bank.



 

 

 

 

 

Text Box:   Mata uang Jepang (Dai Nippon Teikoku Seihu)             Diantara ketiga mata uang tersebut yang nilai tukarnya mengalami penurunan tajam adalah mata uang Jepang. Peredarannya mencapai empat milyar sehingga mata uang Jepang tersebut menjadi sumber hiperinflasi. Lapisan masyarakat yang paling menderita adalah petani, karena merekalah yang paling banyak menyimpan mata uang Jepang.

            Kekacauan ekonomi akibat hiperinflasi diperparah oleh kebijakan Panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) Letjen Sir Montagu Stopford yang pada 6 Maret 1946 mengumumkan pemberlakuan mata uang NICA di seluruh wilayah Indonesia yang telah diduduki oleh pasukan AFNEI. Kebijakan ini diprotes keras oleh pemerintah RI, karena melanggar persetujuan bahwa masing-masing pihak tidak boleh mengeluarkan mata uang baru selama belum adanya penyelesaian politik. Namun protes keras ini diabaikan oleh AFNEI. Mata uang NICA digunakan AFNEI untuk membiayai operasi-operasi militernya di Indonesia dan sekaligus mengacaukan perekonomian nasional, sehingga akan muncul krisis kepercayaan rakyat terhadap kemampuan pemerintah RI dalam mengatasi persoalan ekonomi nasional.

            Karena protesnya tidak ditanggapi, maka pemerintah RI mengeluarkan kebijakan yang melarang seluruh rakyat Indonesia menggunakan mata uang NICA sebagai alat tukar. Langkah ini sangat penting karena peredaran mata uang NICA berada di luar kendali pemerintah RI, sehingga menyulitkan perbaikan ekonomi nasional.
Mata Uang NICA

            Oleh karena AFNEI tidak mencabut pemberlakuan mata uang NICA, maka pada tanggal 26 Oktober 1946 pemerintah RI memberlakukan mata uang baru ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai alat tukar yang sah di seluruh wilayah RI. Sejak saat itu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda dan mata uang De Javasche Bank dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian hanya ada dua mata uang yang berlaku yaitu ORI dan NICA. Masing-masing mata uang hanya diakui oleh yang mengeluarkannya. Jadi ORI hanya diakui oleh pemerintah RI dan mata uang NICA hanya diakui oleh AFNEI. Rakyat ternyata lebih banyak memberikan dukungan kepada ORI. Hal ini mempunyai dampak politik bahwa rakyat lebih berpihak kepada pemerintah RI dari pada pemerintah sementara NICA yang hanya didukung AFNEI.

            Untuk mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing yang ada di Indonesia, pemerintah RI pada tanggal 1 November 1946 mengubah Yayasan Pusat Bank pimpinan Margono Djojohadikusumo menjadi Bank Negara Indonesia (BNI). Beberapa bulan sebelumnya pemerintah juga telah mengubah bank pemerintah pendudukan Jepang Shomin Ginko menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Tyokin Kyoku menjadi Kantor Tabungan          Pos (KTP) yang berubah nama pada Juni 1949 menjadi Bank tabungan Pos dan akhirnya di tahun 1950 menjadi Bank Tabungan Negara (BTN). Semua bank ini berfungsi sebagai bank umum yang dijalankan oleh pemerintah RI. Fungsi utamanya adalah menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat serta pemberi jasa di dalam lalu lintas pembayaran.

Blogged with the Flock Browser

Sabtu, 04 Juli 2009

Jumat, 03 Juli 2009

Minggu, 28 Juni 2009

PENGERTIAN SETAN

PENGERTIAN SETAN

Setan (Arab: شيطان, Shaitan), seperti yang diketahui dalam agama Islam, Kristen dan Yahudi, asalnya adalah salah satu golongan seperti Malaikat yang kuat beribadah. Walau bagaimanapun, menurut Islam, Setan diciptakan dari api oleh Allah dan juga dikatakan berasal dari golongan Jin sebelum dipilih menjadi Malaikat. Menurut Kristen, Setan adalah malaikat yang diusir dari Surga. Ini membedakannya dari malaikat-malaikat lain. Disebabkan karena mereka menentang perintah Allah, dia diusir dari golongan malaikat dan dari Surga, kerana ingkar akan perintah Allah untuk bersujud kepada Nabi Adam sebagai penghormatan sebagai ciptaan-Nya yang mulia

SETAN MENURUT ISLAM

Menurut agama Islam, Tuhan meletakkan taraf manusia lebih tinggi daripada makhluk-makhluk yang lain kerana mereka diberikan akal, terutama untuk membandingkan mana yang buruk dan mana yang baik. Setan membangkang pada manusia ciptaan Tuhan dan menolak untuk bersujud di hadapan Adam seperti yang dilakukan oleh para malaikat lain. Tuhan bertanya kepada Setan: "Apakah yang mencegahmu untuk bersujud menghormati sesuatu yang telah Aku ciptakan dengan tangan-Ku?" Setan menjawab: "Aku adalah lebih mulia dan lebih unggul dari dia. Engkau ciptakan aku dari api dan menciptakannya (menciptakan Adam) dari lumpur." Ini menunjukkan bahwa Setan merasa dirinya lebih bertaraf tinggi dari Adam kerana dia diciptakan dari api dan Adam diciptakan dari tanah, yang dianggap tidak bersih dan rapuh. Setan berjanji dan berkata di hadapan Tuhan, Nabi Adam dan para malaikat bahwa dia akan membinasakan Adam dan seluruh keturunannya (yaitu golongan manusia) sampai hari Akhirat kelak. Allah bersabda bahwa manusia yang mengikuti perintah-Nya tidak akan dibinasakan oleh Setan, tetapi yang mengikuti Setan akan turut dibinasakan dan disiksa di api neraka pada hari Akhirat. Setan juga yang memyebabkan Nabi Adam dan isterinya Siti Hawa dikeluarkan dari Surga, walaupun mereka telah diampuni oleh Allah.

Ibnu Katsir menyatakan bahwa setan adalah semua yang keluar dari tabiat jenisnya dengan kejelekan (Tafsir Ibnu Katsir, 2/127). Lihat juga Al-Qamus Al-Muhith (hal. 1071). Yang mendukung pendapat ini adalah surat Al-An’am ayat 112:

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am: 112)

(Dalam ayat ini) Allah menjadikan setan dari jenis manusia, seperti halnya setan dari jenis jin. Dan hanyalah setiap yang durhaka disebut setan, karena akhlak dan perbuatannya menyelisihi akhlak dan perbuatan makhluk yang sejenisnya, dan karena jauhnya dari kebaikan. (Tafsir Ibnu Jarir, 1/49)

SETAN MENURUT KRISTEN

Menurut Doktrin Kristen Trinitarian, Pada mulanya, Setan adalah malaikat Tuhan yang bernama Lucifer. Istilah “malaikat” berarti “utusan.” Semua malaikat diciptakan oleh Tuhan. Kolose 1:16 mengatakan: “Karena di dalam Dia-lah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.” Lucifer diciptakan dengan keindahan yang sempurna sehingga ia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling cantik. Ia dipenuhi hikmat sehingga ia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang terpandai. Dari seluruh malaikat yang ada di Surga, Lucifer-lah yang paling pintar, cantik dan berkuasa. Yehezkiel 28:12 mencatat: “…..gambar dari kesempurnaan engkau, penuh hikmat dan maha indah.” Walaupun malaikat adalah makhluk yang indah dan berkuasa, namun mereka tidak boleh disembah karena malaikat adalah makhluk ciptaan Tuhan. Hanya Tuhan, Sang Pencipta saja yang patut disembah.

Setan adalah malaikat pertama yang memberontak terhadap Tuhan dan kemudian banyak malaikat lain yang mengikutinya. Malaikat-malaikat ini disebut “malaikat-malaikat yang telah jatuh”. Malaikat-malaikat yang tetap setia kepada Tuhan disebut “malaikat-malaikat kudus.” Setan bersama malaikat-malaikat yang telah jatuh ini mendirikan kerajaan untuk menentang Tuhan dan kerajaan-Nya. Sejak pemberontakan Setan itu, maka ada dua kerajaan di dunia ini yakni: kerajaan Setan dan kerajaan Tuhan. Sifat kedua kerajaan ini sangat bertentangan. Kerajaan Setan adalah kerajaan kegelapan; Kerajaan Tuhan adalah kerajaan terang. Kerajaan Setan adalah kerajaan dusta, kerajaan Tuhan adalah kerajaan kebenaran, keadilan dan kasih. Malaikat-malaikat yang mengikuti Setan dalam pemberontakan terhadap Tuhan menjadi para suruhannya dalam melaksanakan maksud-maksudnya yang jahat. Orang-orang yang belum diselamatkan, sadar atau tidak berada dalam kerajaan Setan ini. Selain itu, pengikut setan lainnya ialah semua orang yang telah jatuh dalam dosa.

Kerajaan Setan adalah kerajaan dusta. Pekerjaan Setan adalah merampas dan mencemarkan Injil, membutakan pikiran orang tentang Injil, dan memutarbalikkan firman Tuhan.

a. Merampas Injil

Matius 13:19 mengatakan: “Kepada setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Sorga, tetapi tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu ….” Dari ayat ini kita bisa menarik kesimpulan bahwa Iblis bekerja dengan cara mengambil Injil yang sedang ditaburkan kepada seseorang.

b. Membutakan Pikiran Orang tentang Injil.

Iblis tidak pernah berhenti berusaha supaya orang tidak diselamatkan dan tinggal tetap dalam kerajaan kegelapannya. Mungkin kita bertanya mengapa walaupun seseorang telah dijelaskan sedemikian rupa tentang firman Allah, ia masih tetap tidak percaya, bahkan menolaknya? Tahukah Anda bahwa pekerjaan Iblis adalah membutakan pikiran manusia sehingga mereka tidak mengerti Injil? II Korintus 4:4 menjelaskan hal ini: “……..Orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini (Setan), sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Tuhan Yesus…..”

c. Memutarbalikkan Firman Tuhan.
Setan adalah makhluk yang cerdik sekaligus licik. Ketika mencobai Hawa, ia mengatakan; “Tentulah Allah berfirman: ‘Semua pohon dalam taman ini boleh kau makan buahnya, bukan?’” Kej. 3:1. Padahal Allah mengatakan kepada Adam: “Semua pohon dalam taman ini boleh kau makan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat itu, janganlah kau makan buahnya ….” Kej. 2:16-17. Dari peristiwa ini, kita dapat menarik kesimpulan bahwa Setan adalah sang pemutar balik firman Tuhan.

Kita telah melihat bahwa Setan adalah pembohong besar. Kita juga telah melihat akibat dahsyat yang akan menimpa mereka yang telah diperdayakan oleh Setan. Bagaimanakah kita dapat terhindar dari segala tipu daya Setan itu? Kita dapat terhindar dengan mengenal dan memahami kebenaran-kebenaran yang terdapat di dalam Firman Tuhan. Tuhan Yesus berkata: “Dan kamu akan mengetahui kebenaran dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” Yohanes 8:32

Jangan sekali-kali meletakkan kepercayaan kita kepada perkara-perkara lain selain dari pada Tuhan Yesus Kristus dan darah-Nya yang telah dicurahkan untuk dosa-dosa kita. Rasul Paulus dalam Galatia 1:8 menulis: “…..Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari Surga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia (kutuk dari Tuhan).”

SETAN MENURUT BUDHA

Dalam budhisme, dikenal ada makhluk halus. saya menggunakan istilah makhluk halus karena membedakan dengan paham agama samawi, yang mendefinisikan bahwa makhluk halus selain Tuhan adalah setan. istilah "setan" tidak tepat digunakan dalam agama Buddha. karena istilah ini adalah produk agama Samawi. Ada macam-macam makhluk yang dikategorikan sebagai makhluk halus.

1. Dewa
2. Asura / Siluman
3. Preta

Ketiga golongan makhluk tersebut hidup diantara umat manusia. mereka juga dapat berinteraksi dengan manusia.
Beberapa makhluk golongan dewa dan asura, memiliki kesaktian, sehingga mereka dapat datang dan pergi ke bumi, ke planet lain..

Negeri-Buddha yang satu terbuat dari tujuh permata, negeri-Buddha yang lain seluruhnya penuh dengan bunga teratai; negeri-Buddha yang satu seperti istana dewa Mahesvara, negeri-Buddha yang lain menyerupai cermin kristal, di mana berbagai negeri-buddha di sepuluh penjuru terpantulkan di sana. (Amitayur Dyana Sutra)

SETAN MENURUT HINDU

Terminologi Hindu juga mengenal penggoda ciptaan Tuhan seperti iblis dan setan. Namanya bhuta, dari bahasa Sanskerta berarti unsur atau elemen yang bisa "mengikat" manusia dalam usaha mendekatkan diri kepada Tuhan. Meski secara etimologis nama itu tidak ada kaitannya dengan suatu "mahluk", tetapi secara mitologis disebutkan, para bhuta diciptakan Tuhan untuk memperdaya dan menggoda manusia.

Tersebut dalam Siva Purana, Menaka amat ingin melihat ketampanan Dewa Siwa yang akan menikahi putrinya, Dewi Parwati. Namun, saat Siwa datang, Menaka justru menjadi pingsan karena yang dilihat makhluk dengan tiga mata, lima wajah, dan sepuluh tangan mengendarai seekor lembu. Tubuhnya dilumuri debu dan bulan sabit mengiasi kepalanya. Berpakaian kulit rusa dengan kalung tengkorak manusia, Siwa dikelilingi hantu yang amat menakutkan. Beruntung para Dewa dapat meyakinkan Menaka, Siwa yang sebenarnya tidak demikian. Saat Menaka percaya, Siwa memperlihatkan wujud aslinya yang amat tampan dengan tubuh bersinar.

Mirip alegori goa Plato, mitologi Siwa seolah ingin menegaskan, pandangan manusia bersifat dualistis, dari mereka yang tidak mengetahui (avidya) dan yang mengetahui (vidya). Awalnya Menaka tidak memiliki pengetahuan apa pun tentang Siwa sehingga yang dia lihat adalah Siwa yang menakutkan. Tetapi setelah memperoleh pengetahuan tentang hakikat Siwa dari para dewa, pandangannya berubah, Siwa yang menakutkan menjadi Siwa yang menawan, tampan, dan bercahaya. Dualisme pandangan ini dalam perkembangan Hindu di Bali dikemas dalam semboyan bhuta ya, dewa ya yang lebih bersifat monistis, sebenarnya yang buruk (bhuta) maupun yang baik (dewa) pada hakikatnya adalah tunggal, sama-sama bermanfaat, tinggal bagaimana kita menyikapinya.

PELAKSANAAN upacara Tawur Kesanga, 20 Maret, sehari menjelang Nyepi (tahun baru Saka 1926) yang jatuh pada tanggal 21 Maret 2004, berkait dengan pergumulan untuk mendidik manusia yang "tidak berpengetahuan" (avidya) menjadi "berpengetahuan" (vidya). Caranya dengan mengubah bhuta (yang bersifat buruk) pada alam dan manusia menjadi dewa (yang bersifat baik). Dengan demikian, alam menjadi lestari dan manusia dapat melaksanakan ajaran agama dengan mantap.

Harus diingat, dalam ajaran Hindu, tidak ada ciptaan Tuhan yang dibenci, termasuk bhuta atau setan sekali pun. Godaan (setan) bisa berubah menjadi kekuatan jika disikapi dengan pengetahuan. Cobaan dan penderitaan jika dihadapi dengan pengetahuan dan usaha bisa menjadi awal kesuksesan yang membawa kemajuan. Jadi, pada tataran metafisik, Hindu amat dekat dengan mistik Islam, tasawuf. Penyair sufi terkenal, seperti Rabi’ah al-Adawiyah, ketika ditanya apakah dia tidak membenci setan, menjawab, "Cintaku kepada Allah telah menyebabkan aku tidak mempunyai kesempatan untuk membenci setan" (Siregar, 1999). Jawaban Rabi’ah al-Adawiyah ini sesuai sistem kerohanian dan filsafat Hindu yang mengutamakan hidup tanpa kebencian dan tanpa kekerasan (ahimsa), seperti yang telah dilaksanakan Mahatma Gandhi. Dalam tataran filsafat perenial, antara Hindu dan Islam ada kesamaan. Budhy Munawar-Rachman (dalam Hidayat dan Nafis, 2003) mengutip Huston Smith bahwa antara Hindu dan Islam yang semula dianggap berbeda ternyata "mempunyai kesatuan, bila tidak malah kesamaan" pada tingkat the common vision.

Jadi, masalahnya adalah pengetahuan. "Pengetahuan" dalam pengertian Hindu merupakan jalinan holistis antara filsafat (agama), logika, dan kontemplasi atau tindakan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Upacara dan simbol, seperti dilakukan dalam rangkaian Nyepi, merupakan salah satu jalan untuk mengungkap pengetahuan itu. Masih ada jalan (marga) lain, seperti bhakti, karma (karya), jnana (ilmu pengetahuan), sampai raja yoga, berpuncak pada samadi, untuk mempersatukan atman (jiwa) dengan Brahman (Tuhan). Berbagai jalan itu dalam praktiknya saling mendukung dan melengkapi.

PENGANUT Hindu menyebut agamanya sanatana dharma, artinya "kebenaran abadi". Musisi dan sufi terkenal Hazrat Inayat Khan memberi arti dharma sebagai sesuatu yang hidup. Hidup sendiri adalah agama, dan "inilah agama sejati, agama masa lalu, dan akan menjadi agama masa depan".

Dalam Hindu, masyarakat awam diperkenankan melakukan ritual dengan caranya sendiri dan memperoleh kepuasan batin sama seperti pemeluk yang telah maju dalam pengetahuan dan kerohanian. Bhagavadgita menyebutkan, "Dengan jalan bagaimana pun orang-orang mendekati-Ku, dengan jalan yang sama itu juga Aku memenuhi keinginan mereka"(BG IV, 11). Mengacu sloka (ayat) Bhagavadgita itu, menjadi jelas tidak ada ritual atau cara peribadatan yang dianggap salah dalam ajaran Hindu. Tokoh pencerah agama seperti Vivekananda bahkan menolak konsep dosa. Yang ada hanya pendakian dari kebenaran yang lebih rendah menuju kebenaran lebih tinggi.

Dalam pendakian itu, umat Hindu menyelaraskan diri yang kecil (bhuwana alit) dengan alam besar (bhuwana agung). Apa pun yang ada dalam bhuwana agung juga dianggap ada dalam bhuwana alit. Setan yang ada di jagat besar sebenarnya ada di jagat kecil, pada diri sendiri. "Setan dalam diri" itulah yang paling berbahaya. Meski masih bisa diperdebatkan, Yoga menyebut setan diri "berwajah" tiga, kemarahan (krodha), keserakahan (lobha), dan keterikatan akibat kebingungan (moha). "Dari kemarahan, muncullah kebingungan; dari kebingungan, kecerdasan menjadi hilang; hilangnya kecerdasan menghancurkan kebijaksanaan, dan hancurnya kebijaksanaan akan menghancurkan diri sendiri" (BG II, 63).

Jika direnungkan secara mendalam, bukankah setan berwajah tiga itu yang menyebabkan terjadinya aneka masalah bangsa saat ini, seperti kekerasan, KKN, pembobolan bank, dan separatisme? Setan berwajah tiga itu pula yang sedang mengancam keselamatan bangsa dalam rangkaian Pemilu 2004 jika kita semua tidak waspada dan berhati-hati. Manusia bukan hanya daging, napas hidup, dan akal budi seperti ujar filsuf Marcus Aurelius. Manusia sejati adalah dewa pemaham dan penguasa atas diri sendiri.

Minggu, 29 Maret 2009

Empire Earth

Empire: Total War
Enlarge picture
One could argue that there are two significantly different periods in the history of the Total War series, as created by Creative Assembly: there are the first two games, Shogun and Medieval, where the strategic map is more of an excuse for players to get into the innovative (at that time) and beautiful tactical battles, and then there are the last three, Rome, Medieval 2 and the recently released Empire, where the tactical battles and strategic map are equally important, leading some players to even ignore the previous releases altogether, playing the entire game as some sort of period-themed empire builder. Empire is a fine balancing act between the overall strategy and the tactical battles, with a better Artificial Intelligence than its predecessors and with a diplomatic system that works just a little better. There are some significant changes to the way the game is played and there are some good ways in which the series has progressed. If you look at Medieval 2: Total War like the high school years of the franchise, where finesse was necessary but brute force could still win the day, then Empire is where Total War really goes to college. It manages to juggle a lot more stuff, the complexity factor has been taken up and the whole philosophy behind tactical battles has been changed. Get ready to build your empire, if you can get over the lack of stability of the title and if you have the gaming machine to run this hog of a game.

Strategy

The strategic map is now much more crowded than in previous games. You have towns, which can be developed to produce wealth, create research or to improve happiness. They can be individually targeted by the enemy and are precious on their own. Each region now has a capital, which has number of building slots and, if conquered, leads to the loss of the entire region. This setup means that there are more locations to look after, which can be a bit unnerving, but Creative Assembly implemented a visual cue to show you which zone needs your attention. Also, be careful what you choose to build in those emerging towns. I would recommend universities and a few new workshops.

Review image Review image
Unfriendly neighbors
Going to Sankt Petersburg


On the strategic level, you can engage into diplomacy with other nations, this time without the need for a diplomat, or you can play around with the three types of agents that you have in Empire: Total War. Gentlemen are used to do research when stationed in your nations college's, which makes your military fight better, your towns produce more and your people desire to overthrow you, and can also be used to steal research from the colleges of other factions, which rarely works in my experience, and they can also enter into duels with other gentlemen and rakes to take them out of commission. Rakes are an evolution of the spy. They can assassinate, blow buildings up and spy on armies and cities. Interestingly, they rarely seem to be able to do good infiltration work but they are quite adept at sabotage and killing enemy generals (usually, just before a crucial battle). Don't forget about the fact that you also need to make good use of your religious agents, as religion is crucial in keeping conquered people in line and below revolt level. Don't forget that you can manage the tax level for each region and for the nation to make sure that you keep the population in line.

Do mind the trade and the necessity for a navy. Get those trade ships to South America and Africa to get precious resources while also using a few fleets to keep pirates and potential enemies off your trade lanes. The A.I. seems very anxious to choke your trade income when a conflict starts.

One thing that might stifle players is the scope of the game. Empire simulates three big theaters of war, North America, Europe to the steppes of Russia and North Africa, and the Indian subcontinent. There are also the trade zones and the big stretches of oceans that lie between them all. The size is an advantage, as it guarantees a different experience for playing, let's say, England, then Prussia, then the Ottoman Empire, then the Maratha Confederacy.

Tactics

How much the battlefields have changed! Now, artillery is the queen of the battlefield and massed infantry is the king. A lot of people have thought that battles in the XVIII century would be boring to play and batch, but that's not the case. Players need to be a little more thoughtful in the initial deployment phase, where the use of field works is now available and where a lot of attention is required in creating formations where flanks are protected. As the battles begin, there's quite a lot going on at the same time. The Artificial Intelligence keeps going after cannon like crazy, recognizing their importance in any engagement, so make sure you keep pikemen or line infantry close to them. Also, make sure that you don't abandon all mobility by only using infantry and artillery, as cavalry, while weaker than in Rome and in Medieval 2, is in no way powerless. It's still crucial to flank regiments to break their morale and, as the technology develops, special attention must be paid to taking out cannons, as they tend to shred infantry.

Review image Review image
Battle line
Over the wall


You'll get to use the speed up controls a lot, especially if the enemy chooses to hole up and defend in one corner of the map, which tends to happen if your force is clearly superior. One good improvement is that you don't need to continue playing after you win the battle, in order to make sure that you kill all enemies. Creative Assembly has implemented a system that automatically takes into account all the routing troops that are taken down in the conflict resolution phase. The bad news is that the performance of the tactical A.I., although improved over Medieval 2, can be either challenging or abysmal, depending on reasons that I do not fully understand. The least fun battles I have fought have been those around forts (star forts are the worst) because line infantry apparently has no idea related to how to position itself on the walls (city battles are much better). The most fun battles are those that have varied scenery, with a bit of forest, some buildings and a lot of open space. There, you can truly employ some interesting tactics, including ambushes, flanking and the complex maneuvering of infantry battle lines.

And don't forget about the naval battles. They are taxing on the graphical engine but are beautiful and almost a game onto themselves. You need to aim, determine the type of munition you want to use, the distance at which to engage the enemy, take the wind into account and see whether you'd like to go for hand to hand battle against another ship. Just be aware that there's a nasty graphical bug that can “whitewash” some naval engagements.

Visuals and audio

It's easy to say that Empire: Total War looks better than any other game in the series, because it's so obvious. In the chaos of the land battles, where you're usually zoomed out to give orders and watch plans unfold, you're likely to miss the beauty of the game but you're certainly going to see it in the naval battles, where the majestic ships of the period are torn to pieces by a variety of cannonball types shot out of cannons. Even the water looks good, not in the cartoon-like Red Alert 3, but either murky or shimmering in the Sun, which makes you almost feel the breeze that can lead sailors to victory or defeat. There are also a lot of details on the warriors, on the buildings and the landscape. Just make sure that you have the gaming hardware needed to render all that detail. Otherwise, you can tone down the graphics quality, as gameplay remains as enjoyable without them.

Review image Review image
Science!
Rout!


The sound, on the other hand, doesn't seem that great. The thunderous clashes between heavy cavalry and grenadiers seem to lack the impact factor. Cannon sounds more like carbines, and muskets from an entire line of a regiment shooting at the same time sound like a single revolver. It's subdued instead of being heroic; it's limited where it should have been awe-inspiring. Line infantry don't even seem to notice when shells fall in their ranks. There's a chance that they haven't even heard them exploding. Unfortunately, it doesn't seem like the sound will be modified via patches, so let's hope that modders will make the game sound like it should.

Multiplayer

At the moment, you can engage anyone in multiplayer in the tactical battles. You can choose your nation, your ground and even the timing for the battle. They're quite fun, as they offer you the chance to see how smart and fun a human opponent can be when compared to the A.I. I've even tried remaking the battles of the American Civil War with some buddies and, with a bit of modding, something really cool could be built using Empire: Total War.

But the big promise coming from Creative Assembly is that it plans to implement a true “multiplayer campaign” in which two players can go up against one another on the strategy map, as well as in tactical battles. The idea is that people would have an option to command the army of the other side in each tactical battle. The good thing is that it would really add a new layer of rivalry to a multiplayer campaign. The bad thing is that a multiplayer campaign would take a really, really long time, probably more than a solo game of Empire: Total War takes.

Another good thing is that Creative Assembly will test out the concepts of the multiplayer campaign through a beta test, which will likely be public and will be hosted by Steam. Look out for more details on that as we get them.

Conclusion

Fans of the Total War franchise and all those who have played Medieval 2 for more than a few turns will like Empire. You can actually lose battles on the Hard difficulty and you'll almost never see a truly dumb move to witness from the Artificial Intelligence. The naval battles, although a bit too complex for their own good, are very good looking and feel important and tough. The diplomacy manages to be a letdown only half of the time, with the other factions actually proposing some interesting treaties. The regional development model is clearly an improvement, as is the addition of technology that needs to be researched, rather than the progression system of the previous games, which was based on increasing the population and building a better castle or town. The game also manages to look better than ever, even if you can't run at the maximum graphics option.

The drawbacks are the high system requirements, that result, surprisingly, not in long load times for battles but in about a minute passing on my machine between turns and the crashes that people are reporting to be experiencing (Creative Assembly has promised and implemented an aggressive patching program). Another thing people seem to hold against Empire: Total War is its complexity. I can only say that I do not want to play videogames in a gaming world that does not value complexity in a strategy title but I see how the relatively limited level of information in the manual and in the tool tips could be an obstacle for some players.

One huge problem that any reviewer worth his/her salt needs to acknowledge is the Artificial Intelligence. I'll say again that it is better than in Medieval 2 and in Rome but it's still a huge letdown, especially considering what fans have heard from Creative Assembly during the development process. It fails to be truly tough in most tactical battles; it's rather coward on the strategic map, inept in diplomacy and cannot use navies to move armies around. But there are two things that it does well: going after cannons with cavalry and blocking trade routes.

That being said, you should buy this game if you like the series or if you liked the tactical battles from the Steam demo and you have a bit of patience with the A.I. and with potential crashes. Don't get it if you're looking for quick battles and little to no management on the strategic layer. Dawn of War II is probably more suited to you. Empire: Total War is for those gamers who like to ponder movements on the campaign map for a few minutes and who are ready to start campaigns that they will probably finish a few months later, playing two to three hours a night.
Review image Review image Review image Review image Review image Review image
Review image Review image Review image Review image Review image Review image
Review image Review image Review image Review image Review image Review image
Review image Review image Review image Review image Review image Review image
Review image Review image Review image Review image Review image Review image